Belajarlah Mencintai Kata “Tidak”
Bo Peabody — Intrepreneurship Intelligence

Dengan hanya waktu tujuh bulan untuk membuat Tripod beruntung sebelum modal usaha kami habis, saya menyewa seorang wakil-presiden penjualan untuk mem­bantu saya mendapatkan penghasilan yang sangat diperlukan. Dia telah menggeluti bisnis iklan-penjualan tradisional selama beberapa tahun, dan tampaknya itu menjadikan dia se­bagai orang yang sangat tepat untuk dipekerja­kan. Akan tetapi, iklan-penjualan di Internet pada 1996 seperti menjual daging pada para vegetarian. Orang-orang sering berkata “tidak” pada prig ini. Ketika saya bertanya soal ini padanya, dia memberikan jawaban yang sangat cerdik pada saya: “Bo, produk-produk tidak dibeli, tapi dijual.” Proses penjualan bermula ketika pelanggan berkata ‘Tidak’.”

Para entrepreneur mendengar kata “tidak” lebih sering dari siapa pun dalam bisnis, dan untuk alasan yang bagus: para entrepreneur sedang mengejar proyek-proyek yang benar­benar inovatif, dan kebanyakan tipikal orang bisnis adalah penakut. Apa alasannya mereka akan mendukung, dengan waktu dan uang mereka, seseorang yang melakukan sesuatu yang baru? malah sebaliknya, mereka berkata “tidak”.

Kebanyakan orang bisnis tidak dibayar untuk mengambil risiko. Tak seorang pun pernah kehilangan pekerjaannya karena telah membeli sekeping software dari Microsoft, atau memasang sebuah iklan di majalah People. Tapi orang-orang benar kehilangan pekerjaan ketika mereka melakukan suatu hal yang baru atau berbeda, seperti membeli sebuah produk dari atau melaku­kan investasi di sebuah perusahaan baru. Jadi, ketika Anda meminta seseorang di General Elec­tric agar yakin bahwa Anda bisa mengatasi masalahnya, janganlah berharap dia akan tertarik; lebih gampang baginya untuk hanya berkata, “tidak”.

Jadi para entrepreneur harus belajar men­cintai kata “tidak”. Kata itu menyakitkan tapi sangat diperlukan untuk bisa bertahan.

Kali pertama saya sadar bahwa saya men­cintai kata “tidak” adalah ketika saya mendaftar di perguruan tinggi. Saya mantap untuk masuk Williams College, salah satu dari perguruan tinggi paling selektif di dunia. Satu dari lima pendaftar di William diterima, yang merupakan salah satu dari seribu orang yang berpikir serius untuk mendaftar dan salah satu dari seribu orang yang meminta pertimbangan pada guru BP SMA mereka apakah mereka harus mendaftar. Saya tidak memiliki peluang untuk bisa diterima. Bagaimanapun juga, saya adalah pelajar-B.

Seperti diduga, saya mendapatkan sebuah amplop kecil: amplop yang tidak berisi informasi tentang kapan perkuliahan akan dimulai? Anda masuk asrama mana? atau siapa calon rekan kamar Anda? Malahan, ia hanya berisi satu kalimat sopan, kalimat yang jika Anda ringkas semuanya hanya berbunyi “tidak”.

Saya memerlukan sebuah rencana. Pelanggan telah mengatakan “tidak”, dan proses penjualan baru saja dimulai. Mengetahui bahwa komite penerimaan dari sekolah elit ini mungkin telah melihat dan mendengar segala sesuatunya, saya putuskan untuk melakukan pendekatan tegas, langsung, dan tidak ortodok. Saya cari nomor telepon direktur asisten komite itu, seorang pria bernama Cornelius (Corny) Raiford. Saya me­nelepon Corny dan mengatakan padanya:

“Hai, nama saya Bob Peabody, dan saya menolak penolakan Anda.”

Kami terdiam lama. “Apa maksudmu?” jawabnya.

“Saya ingin masuk di Williams College,” kata saya lebih lanjut.” Dan dengan segala hormat, saya rasa komite penerimaan telah membuat kesalahan. Dan saya mau bekerja sama dengan Anda untuk memperbaikinya. Saya secara for­mal menolak penolakan Anda. Saya akan kuliah di Williams. Mungkin bukan tahun depan, tapi pasti. Saya tidak terburu-buru. Selama saya hidup saya berencana akan mengirimkan lamaran setiap tahun ke Williams hingga saya diterima.”

Kami kembali terdiam lama. Di sini, saya ber­tanya-tanya apakah Corny sedang mempermain­kan saya atau melaporkan telepon saya ke polisi. Corny mendehem, dan menjawab, “Saya hargai minat kamu kuliah di Williams. Saya kurang yakin pernah menerima sebuah telepon seperti ini, jadi kita tunggu apa yang dapat kami perbuat.” Selama beberapa bulan berikutnya, saya bekerja dengan Corny untuk mengadakan sebuah program satu tahun penuh, dimana saya bisa memperbaiki sejumlah kekurangan (baca: nilai­nilai B) yang dia jumpai dalam surat lamaran saya. Setahun kemudian, saya mendaftar kem­bali di Williams dan diterima di kelas angkatan 1994.

Kebanyakan orang menerima begitu saja penolakan. Jangan pernah lakukan itu. Latihlah diri Anda untuk tidak menyerah ketika mende­ngar kata `tidak’. Sebenarnya inilah saat yang tepat untuk benar-benar memulai perjuangan. Tak ada manusia yang senang mengatakan “tidak” pada manusia lainnya. Ketika dia mengatakannya, dia sedang berada dalam situasinya yang paling tidak berdaya. Ambil kesempatan itu dan mulailah menjual.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *