Berani Memulai

Kimura Masahiko adalah pejudo legendaris Jepang yang selalu mengalahkan lawan-lawannya dalam hitungan detik menggunakan teknik Ude Garami. Pada tahun 1951, dalam pertarungan adu gensi Judo versus Jiu Jitsu, ia mengalahkan Helio Gracie, tokoh Brasil Jiu Jitsu yang juga kakek dari Royce Gracie, juara dunia Mixed Martial Art UFC dan Pride. Ia sangat cepat dan tepat dalam memulai. Ia sangat super. Orang sukses selalu cepat dalam memulai.

Tidak hanya manusia saja yang sulit untuk me­mulai. Motor listrik pun sangat berat untuk memulai pekerjaan. Dia harus menaikkan arus listrik sampai 2 kali lipat arus normalnya sehingga dalam memulai. Alat ini memerlukan peralatan bantu untuk mem­perkecil rintangan awalnya. Kemalasan pada poros motor adalah rintangan yang harus dihadapi oleh sebuah motor. Motor mempunyai variabel malas, demikian juga kita, manusia. Malas bukan fixed variable yang tidak dapat diotak-atik. Ia dapat diatur melalui kontroler yang hebat. Motor mempunyai kontroler lewat kapasitor dan induktor, sedangkan manusia mempunyai hati (heart, golbum) yang dapat ditala menjadi kontroler yang sangat prima.

Kita kembali ke manusia yang sering mengabai­kan “memulai” sebuah pekerjaan via hati sebagai kontrolernya. Banyak orang gagal menggapai cita-­citanya karena tidak menyegerakan dalam memulai. Gain-gain (penguat) kontroler sering kurang ditala dengan baik sehingga feedback respons yang keluar sangat terlambat. Manusia sering menutupi kele­mahannya karena tidak mampu memulai, “Anda dulu saja, setelah itu baru saya.” Seolah-olah dia tidak butuh, padahal kalimat itu menunjukkan bahwa dia sangat ingin dan butuh, dan hanya meng­hadapi kendala tidak mampu menyuruh hati untuk memulai. Memulai apa saja, memulai mengumpul­kan arsip, memulai menulis, memulai membuat kon­sep, memulai bangun pagi, memulai membuat draft, atau memulai yang lain. Memulai, apalagi memulai pekerjaan baru, sangat membutuhkan pengaturan (controling) hati.

Dalam memulai, hati sering menggiring kita ke hal-hal yang mengandalkan perasaan (roso-nal), yang sering membiarkan ketidakrasionalan. Otak sering mengalami kalah peran dengan perasaan. Tindakan yang roso-nal sering mendahului (leading) dalam mengendalikan diri. Tidak hanya pekerjaan kecil saja yang terkadang dilakukan dengan tidak rasional, pekerjaan besar pun, seperti memilih seorang men­teri, memilih wakil rektor, memilih camat, memilih bupati, dan bahkah presiders pun sering dilakukan dengan dominasi roso-nal.

Peluang yang sangat indah di depan mata hilang begitu saja tanpa diawali dengan memulai secara rasional, yaitu terukur. Petinju jatuh terpukul, KO, karena belum siap untuk memulai; pidato berantak­an karena lengah dalam memulai; tim sepak bola goyah secara mental di menit-menit pertama karena kalah siap saat memulai sehingga kemasukan goal lebih dulu; warung tempe penyet kalah dulu dengan warung tahu penyet; dan sekolah tidak dapat siswa karena tertunda dalam memulai dalam membuat strategi pemasaran.

Memulai adalah pekerjaan awal setelah berdoa, yang wajib dilakukan untuk memanen kesuksesan.

Tidak ada kesuksesan tanpa memulai. Banyak orang memulai setelah pihak lain memulai. Dalam bermain catur, tertinggal dalam memulai adalah sama de­ngan pemegang buah putih menjadi pemegang buah hitam, yang berarti untuk merebut posisi maksimal draw saja menjadi sangat sulit. Kita sering menole­ransi keterlambatan, yang sama artinya dengan kita mendukung rencana ketidakberhasilan. Tertunda dalam memulai berisiko akan memanen belakangan atau malah tidak panen sama sekali. Kesuksesan ti­dak akan singgah kepada orang-orang yang terlam­bat memulai, apalagi jika tidak mau memulai. Pe­langgan kesuksesan adalah orang yang tepat dalam memulai. Ia adalah manusia super. Yang memulai memiliki kesempatan 95% berhasil, sedangkan yang tidak memulai hanya punya 5% peluang keber­untungan. Ketepatan waktu untuk memutuskan langkah memulai adalah variabel strategik dalam menyosong hari-hari sukses.

Waktu memulai bukan untuk ditunggu. Waktu memulai harus dijemput ‘dengan senang hati dan suasana gembira serta penuh harapan. Jika Anda sudah menginjakkan kaki dan bernapas untuk me­mulai, berarti Anda sudah mulai berlatih untuk mencicipi cita rasa kesuksesan. Jalan panjang me­mang harus ditempuh, kerja keras harus dilakukan, tetapi ingat bahwa kobaran api yang besar harus disulut dari pangkal sumbunya dan tidak akan da­tang secara tiba-tiba. Ia akan merambat menjadi besar jika ditiup dan akan berakhir pada titik pun­caknya, yang kita sendiri tidak tabu kapan hal itu akan terjadi.

Memulai adalah langkah awal dari sebuah pro­ses. Proses akan berjalan. secara alamiah dengan me­rambat melalui kesuksesan demi kesuksesan kecil yang akan terkumpul menjadi kesuksesan besar, bahkan sangat besar, dengan penuh rasa syukur. Kesuksesan besar akan selalu disongsong oleh setiap orang super yang selalu rajin dan sabar sebagai pe­ngumpul kesuksesan kecil. Kesuksesan besar selalu dijemput dengan memulai, bukan ditunggu.

Memulai adalah titik yang sangat keramat, yaitu titik kritis (critical point, angker) antara kurva usaha dan kurva hasil. Karena keramat, titik ini menang­gung banyak risiko sebab akibat. Memulai dengan energi besar akan menyongsong panen raya yang besar, sedangkan memulai dengan seadanya hanya akan menyongsong hasil panen seadanya. Memulai adalah momentum yang sangat besar, yang jika terkendali (controlable) akan menjadi resultante vektor (hasil) yang besar yang tidak boleh dibiarkan. Memulailah sebelum orang lain berpikir untuk me­mulai sehingga Anda akan berkesempatan menanak nasi lebih dulu sebelum orang lain berpikir untuk menanam padi.

Pembaca yang budiman, saya percaya bahwa Anda adalah manusia pilihan yang jumlahnya tidak banyak dari komponen bumi ini, manusia yang ber­bakat untuk menerima wahyu super. Manusia super selalu berani memulai berlatih memperoleh keme­nangan dari waktu ke waktu.

Orang yang cepat dan tepat dalam memulai adalah bukan manusia mayoritas, dia manusia yang tidak biasa. Akankah Anda sendiri yang menyalakan api di pangkal sumbu atau bersantai menunggu orang lain yang menyalakan?

Imam Robandi, The Ethos of Sakura.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *