Hadir dalam Kesunyian
Dalam ritus-ritus lainnya, di luar shalat, masih mungkin untuk berbicara atau bergerak. Sewaktu shalat orang harus menghilangkan dirinya dalam kehadiran Yang Mahakuasa. Di hadapan Allah dengan kepala tertunduk dan lengan bersedekap, dia menjadi budak sepenuhnya, tak berdaya dan sendirian.
Dia melihat Allah di depannya karena Allah berada di dalam qalb-nya. Jika kekuatan pandangannya masih belum begitu jelas, dia harus shalat “seakan-akan Dia melihatnya”. Inilah yang dimaksudkan Nabi dalam definisinya tentang ihsan (kebajikan spiritual), yakni:
“Beribadahlah kepada Allah seakan-akan engkau benar-benar melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Harus untuk terus membayangkan Allah ada di depannya. Meskipun tidak melihat-Nya atau sadar akan kehadiran-Nya, seperti yang disabdakan oleh Nabi, “Dia sesungguhnya hadir dalam kiblat kamu masing-masing.”
Namun kesadaran setiap individu bergantung pada kemampuan dan kepandaiannya. Itulah sebabnya Allah berfirman, “Kami hanya akan membebankan kepada setiap orang kewajiban yang mampu dipikulnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 286; QS Al-An’am [6]: 153)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!