Imajinasi dan “Dunia” Anak

Mungkin bagi orang dewasa tak pernah terbayangkan bahwa anak-anak membangun impiannya sendiri. Impian akan sebuah du­nia, di mana orang lain tak bisa menjangkau, dunia yang hanya ada dalam angan-angan.

Dalam wujud nyata, “dunia” terdekat mereka tak lain adalah kamar tidur sendiri. Di sinilah mereka bisa mewujudkan “kedaulatan mutlak”, membangun kebang­gaan menjadi sang pemilik.

Bila anak dibiarkan mengatur apa yang Iayak ditem­patkan dan tidak di dalam “wilayah”-nya, maka kecen­derungan satu dengan yang lain akan terlihat berbeda. Ada yang menyukai kamarnya penuh poster mobil balap, sementara yang lain bangga dengan poster tokoh-tokoh kartun.

Ada lagi yang memilih berdekatan dengan seluruh koleksi bonekanya. Bisa juga anak bergaya seperti kantor ayahnya, di mana pada sebuah sofiboard berbagai tempelan direkatkan.

Mengikuti imajinasi anak, si pemilik kamar, amat penting. Dalam bukunya Creating a Beautiful Home, dekorator rumah Alexandra Stoddard, menyarankan orangtua yang ingin mendandani kamar anaknya, untuk menggali sedalam mungkin keinginan dan impian sang anak.

Bisa jadi akan ada yang mengeluarkan buku cerita favorit tentang kisah anak kelinci dan ibunya, atau sambil memejamkan mata membayangkan dirinya ber­ada dalam taman bermain penuh dengan papan luncur dan balon, atau sebuah kastil dengan ranjang berkanopi.

Dari soal kekagumannya pada kelinci, orangtua bisa menerjemahkan menjadi berbagai hal, entah pintu ma­suk kamar bergambar kelinci dengan semak-semaknya, dinding dibubuhi gambar kelinci, kursi berbentuk ke­linci, atau seprei dan sarung bantal bermotif kelinci.

Kalau yang diidamkan anak adalah taman bermain, maka tempat tidur bertingkat dengan tangga dan lun­curan mungkin bisa mewujudkan apa yang diimpikan anak. Anak akan semakin tergugah imajinasinya jika pada bagian kolong ranjang bertingkatnya dibikin ruang sedemikian rupa untuk menempatkan mainannya atau justru “ruang” belajar.

Akan tetapi, tetap penting diingat, apa pun ide dan imajinasi anak, ada tiga prinsip yang harus dipegang: kesederhanaan, kecocokan, dan keindahan.

Yang kerap kali dilupakan adalah hal pertama, kesederhanaan. Tak jarang, keinginan orangtua untuk memenuhi impian anak membuat kamar penuh sesak dan tidak praktis. Karpet di seluruh ruangan, misalnya, menjadikan anak tidak bisa bermain mobil-mobilan dengan leluasa. Karpet yang tampaknya bersih juga sering menipu karena menjadi “sarang” debu.

***

Dengan bertambahnya usia, impian anak pun makin berkembang. Oleh karena itu, penataan kamar anak umumnya tidak awet hingga is remaja. Motif balon di kamar yang ada sejak usia dua tahun tentu tidak lagi disukai sang pemilik ketika is telah menjelma jadi seorang gadis SLTA, misalnya. Meja tempat ganti popok bayi tidak pas lagi digunakan seorang jejaka SLTP.

Yang paling praktis dilakukan adalah mengubah fungsi. Sejak kamar anak dirancang pertama kali, ba­yangkanlah bahwa suatu kali kelak penataan harus diganti. Sebelum membuat meja untuk ganti popok saat anak masih bayi, pikirkan bahwa kelak meja tersebut bisa digunakan sebagai meja belajar, misalnya.

Rak bersekat-­sekat yang dulunya dipakai untuk menempatkan obat, popok, termometer, bedak bayi, kapas, dan lain-lain; bisa dirancang untuk tempat mainan, topi, bola, dan buku saat anak sudah menduduki bangku sekolah.

Oleh karena itu, memikirkan barang dalam sistem modul saat menata kamar anak akan lebih efisien. Tidak mubazir. Ada modul untuk belajar, modul untuk ber­main, modul untuk tidur, dan sebagainya.

Meski suatu kali anak akan bertumbuh lebih besar, tidak berarti barang yang ditempatkan di kamar anak bebas dirancang hanya untuk penggunaan saat anak tersebut berusia tertentu. Yang paling penting dipikirkan adalah bagaimana penggunaannya saat ini. Apakah anak bisa menarik laci besar yang berpegangan kecil, misalnya?

Sebuah tempat mainan yang dibuat permanen dan tak bisa dibalik-balik akan mengurangi kesempatan anak menariknya ke sana kemari. Oleh karena itu, keranjang ringan lebih menyenangkan buat anak. Suatu kali ia ingin mengosongkannya, ia bisa begitu saja membalik, menumpahkannya di lantai.

Dengan memprioritaskan kebutuhan anak saat ini, tatanan kamar tersebut mencerminkan penghargaan terhadap selera dan imajinasi anak. Ingat, ini kamar anak, bukan kamar orangtua.

Fitrisia M.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *