Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Imam Baihaqi
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dart seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dam Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar,” (QS. Al-Qadar 1-5).
Mujahid berkata, “Rasululah s.a.w. menyebut ada seseorang dari Bani Israel telah menggunakan senjata untuk berperang di jalan Allah selarna seribu bulan. Mendengar hal itu kaum Muslimin merasa keheranan. Kemudian Allah s.w.t. menurunkan ayat:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”
Yakni sama dengan seribu bulan yang dilalui laki-laki tersebut dengan menggunakan senjata untuk berperang di jalan Allah.”1
Malik mengaku mendengar riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah s.a.w. pernah mendapat kesempatan melihat umur-umur manusia sebelumnya. Beliau pun merasa bahwa umur umatnya tidak akan bisa untuk mencapai pahala sebanyak yang diperoleh umat-umat sebelumnya yang memiliki umur-umur yang lebih panjang. Maka, Allah pun rnemberinya malam lailatul qadar; sebuah malam yang lebih baik baik seribu bulan.2
Syandan, seorang pria berkata kepada Hasan ibn Ali r.a., “Wahai orang yang telah mencemarkan nama baik orang-orang mukmin!” Hasan menjawab, “Janganlah engkau mencelaku! Semoga Allah merahmatimu. Karena, sesungguhnya Rasulullah pernah bermimpi melihat Bani Umayyah bergantian naik ke mimbar dan berkhutbah, dan kemudian mimpi tersebut membuat beliau bersedih. Lalu turunlah ayat yang berbunyi:
“Sesungguitnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak,” (QS. Al-Kautsar: 1) yaitu sebuah sungai di surga.
Dan setelah itu turun pula ayat yang berbunyi:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur`an) pada malarn kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan,” (QS. Al-Qadr: 1-3).3
Abu Hurairah r.a. menceritakan: “Rasulullah s.a.w. bersabda, ‘Barangsiapa mendirikan shalat pada malam lailatul qadar karna iman dan ihtisab (mengharap ridha Allah), maka akan dianpuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, maka akan diampuni pula dosa-dosanya yang telah lalu’.” (HR. Bukhari: 2/228, Muslim: 1/523-524, Tirmidzi: 3/67, Abu Daud: 2/103, Nasa’i: 4/157, Ahmad: 2/473,503).4
Yang dimaksud dengan malam lailatul qadar di sini adalah sebuah malam yang padanya Allah menetapkan tugas-tugas yang harus dikerjakan para malaikat-Nya dalam pengurusan, kehidupan dan kematian keturunan Adam, hingga malam penentuan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan pengertian ini, maka malam lailatul qadar juga terjadi pada hari-hari masa kehidupan Rasulullah. Yaitu, pada malam-malam di mama Allah menetapkan wahyu-wahyu yang akan diturunkan pada tahun-tahun sesudahnya.
Tentang malam lailatul qadar ini, Allah menjelaskan sebagaimana berikut: “Sesungguhnya Kauai menurunkaunya pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad-Dukhan; 3,4), yaitu penuh berkah untuk para kekasih Allah. Artinya, malam tersebut dijadikan lebih baik; dari seribu bulan yang mereka jalani dan mereka habiskan untuk shalat, membaca al-Qur’an dan berzikir, serta meninggalkan pelbagai bentuk perbuatan sia-sia. Kemudian Allah menambahkan sebagaimana berikut: “Dan sesungguihnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” Artinya, semua perkara atau urusan itu diputuskan berdasarkan keperluan dan hikmah. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘dijelaskan’, adalah disampaikan kepada para malaikat semua tugas mereka dengan terperinci.
Tentang firman Allah s.w.t. yang berbunyi: “Ina anzalnahu fi lailatul qadr” (QS. Al-Qadar: 1), Ibnu Abbas menjelaskan sebagaimana berikut: “Allah s.w.t. menurunkan al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu waktu ke langit dunia pada malam lailatul qadar. Langit dunia adalah tempat beredamya bintang-bintang. Setelah itu, Allah baru menurunkannya kepada rasul-Nya s.a.w. sedikit demi sedikit.”
Setelah memberi penjelasan tersebut, Ibnu Abbas membaca ayat yang berbunyi:
“Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’ demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar.” (QS. Al-Furqan: 32).5
Ibnu Abbas berkata, “Boleh jadi engkau melihat seseorang berjalan di pasar, sedangkan namanya telah tercatat dalam kumpulan orang-orang yang mati.” Kemudian ia membaca:
“Fiha yufraqu kulu amri hakiim”
Yakni, bahwa, pada malam lailatul qadar itu semua urusan dunia dari malarn itu sampai malam lailatul qadar pada tahun berikutnya ditetapkan.6
Qatadah menjelaskan firman Allah yang berbunyi: “Fiha yufraqu kulu amri hakiim” (QS. Ad-Dukhan: 4), yaitu diperincinya semua urusan untuk satu tahun berikutnya.7
Abdul Wahhab menuturkan dari Abu Mas’ud dari Abi Nashrah, ia berkata, “Semua perkara/urusan untuk satu tahun ke depan ditetapkan setiap tahun pada malam lailatul qadar, baik cobaan, kesenangan, dan kehidupan sampai tahun berikutnya.”
Malam lailatul qadar dengan semua keutamaannya yang telah dijelaskan di al-Qur’an tetap ada hingga Hari Kiamat, yakni di setiap bulan Ramadhan. Hal itu dijelaskan oleh dalil berikut:
Malik ibn Martsad bercerita: “Aku berkata kepada Abu Dzar, ‘Aku pernah bertanya kepada Rasulullah s.a.w. tentang malam lailatul qadar?’ Abu Dzar menjawab, ‘Aku juga pernah menanyakannya, bahkan aku termasuk orang yang paling ingin tahu tentang malam itu.’ Aku berkata kepada Beliau, “Wahai Rasullullah, ceritakanlah kepadaku tentang lailatul qadar itu? Apakah ia di bulan Ramadhan atau di bulan yang lain?’ Beliau s.a.w. menjawab, ‘Malam tersebut ada di bulan Ramadhan.’ Aku berkata, ‘Wahai Nabi Allah, apakah malam itu hanya ada pada masa kehidupan para nabi, dan ketika mereka wafat maka malam lailatul qadar tiada lagi? Atau, ia ada sampai Hari Kiamat?’ Beliau menjawab, ‘Malam itu ada sampai Hari Kiamat.’ Aku berkata, ‘Katakanlah padaku, pada bulan apakah malam itu?’ Beliau s.a.w. menjawab, ‘Malam itu adanya di bulan Ramadhan, carilah ia di sepuliuh malam terakhir bulan Ramadhan atau di sepuluh malam pertama.’ Setelah itu beliau s.a.w. terus berbicara dan berbicara. Dan ketika mendapat kesempatan untuk menyela, aku pun berkata, ‘Wahai Nabi Allah, katakanlah kepadaku di sepuluh malam yang pertama atau yang terakhir?’ Beliau s.a.w. menjawab, ‘Carilah malam tersebut di sepuluh malam terakhir dan berhentilah bertanya!’ Beliau kembali berbincang-bincang lagi. Beberapa waktu kemudian, ketika beliau jeda, aku sergah berkata, ‘Aku bersumpah atasmu wahai Rasulullah, karena aku berhak atas dirimu, katakanlah kepadaku di sepuluh malam yang mana ia?’ Rasulullah pun marah. Belum pernah beliau marah seperti itu kepadaku sebelum dan sesudahnya, kemudian beliau berkata, ‘Carilah ia di tujuh malam terakhir dan jangan kamu bertanya lagi kepadaku tentang sesuatu setelah ini’.” (HR. Ahmad: 5/171).8
—
1 Abu Hasan Ali ibn Muhammad ibn Ali al-Isfarayini dari Abu Abdullah Abdullah Muhammad ibn Ahmad Ibn Baththah al-Ashfahani dari Abdullah ibn Muhammad ibn Zakaria al-Ashfahani dart Sa’id ibn Yahya ibn Sa’id al-Umawi dari Muslim ibn Khalid Zanji dari ibnu Abu Najih.
2 Abu ibn Abu Ishaq al-Murakki dari Abu Hasan Ahmad ibn Muhammad athTharaifi Dari Utsman ibn Sa’id menuturkan dari al-Qa’nabi.
3 Perawi berkata, “Abu Abdullah al-Hafizh dari Muhammad ibn Abdullah ibn Amrawi ash-Shaffar di Baghdad dari Ahmad ibn Zahir ibn Harb dari Musa ibn Isma’il dari Qasim ibn Fadhl dari Yusuf ibn Mazin.
4 Abu Abdullah al-Hafizh telah mengabarkan dari Abu Bakr ibn Ishaq dan Ja’far ibn Muhammad ibn Nashir dari Abu Muslim dari Muslim ibn Ibrahim dari Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah.
5 Abu Hasan Ali ibn Muhammad ibn Ali al-Muqriu telah mengabarkan dari Hasan ibn Muhammad ibn Ishaq dari Yusuf Ibn Ya’qub al-Qadhi dari Abu Rabl’ Jarir ibn Abdil Hamid dari Manshur dari Sa’id ibn Jubair.
6 Abu Abdullah al-Hafizh telah mengabarkan dari Muhammad ibn Shalih ibn Hani’ dari Husain Muhammad ibn Ziyad dart Abu Utsman said ibn Yahya ibn Sa’id al-Umawi ia menuturkan, dari ayah saya dari Utsman ibn Hakim dari Sa’id ibn jubair.
7 Abu Abdullah al-Hafizh dan Abu Abbas Muhammad ibn Ya’qub dari Yahya ibn Abu Thalib dari Abdul Wahhab ibn Atha’ dari Sa’id.
8 Abu Qasim Abdurrahman ibn Ubaidillah al-Hufi di Baghdad dari Abu Ahmad Hamzah ibn Muhammad Abbas dari Muhammad ibn Ghalib dari Musa ibn mas’ud dari Haimah yakni ibn Ammar ia menuturkan dari Abu Zumail.
Imam Baihaqi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!