Membuat Rasa Takut Menjadi Berguna
Setelah 30 tahun menggeluti bidang iklan, Edward A, McCabe, yang sukses dengan berbagai iklannya, antara lain Volvo, Reebok, Nikon, dan Frank Perdue, meninggalkan perusahaan yang turut ia dirikan untuk memulai balap mobil dan menjadi penulis lepas.
Prospek ini membuamya takut. Ia menyukai hal itu. Sedih karena takut tidak pernah dirasakan McCabe sejak ia mendaki tangga kariernya dan takut gagal merupakan dukungan yang sangat ia harapkan. Ketika mendirikan perwakilan perusahaan, sebagai pria muda, McCabe berhasil mengatasi rasa khawatir.
Rasa takut merupakan bahan bakar yang menggerakkan mesinnya. “Adrenalin pribadi yang memberikan rasa aman,” tulis McCabe dalam esainya di New York Times.
“Keberhasilan merampok hal itu dan saya. Suatu hari saya menyadari bahwa saya tidak takut lagi. Orang bekerja seumur hidup untuk mendapatkan kesenangan itu. Tidak begitu untuk saya. Bagi saya, kehilangan rasa takut seperti mendengar berita tak terduga tentang meninggalnya seorang teman lama.”
Rasa kehilangan ini menggiring McCabe mengikuti reli Paris Dakar sejauh 8.000 mil dan menulis sebuah buku tentang pengalaman itu. Kemudian, pada usianya yang ke-50, ia mendirikan agensi iklan yang lain.
Takut gagal tidak perlu menjadi sesuatu yang buruk. Bagaimanapun, kegairahan merupakan sisi lain rasa takut. Setiap anak berumur sepuluh tahun yang meluncur menuruni lembah dengan skateboard-nya tahu bahwa kegembiraan merupakan transformasi pertama rasa takut.
Pada satu kajian tentang para penerjun payung ditemukan bahwa semakin takut mereka ketika melompat dari pesawat, semakin bahagia perasaan mereka ketika kaki mereka menyentuh tanah. Ketakutan pada awalnya merupakan sensasi negatif, tetapi akhirnya menjadi positif dalam bentuk kegairahan, keriangan hati, kegembiraan, eforia, bahkan kenikmatan. Antusiasme merupakan sepupu terdekat.
Begitu juga intensitas dan konsentrasi. Semua adalah efek samping rasa takut. “Kita biasa mendengar pembicara motivasional dan psikolog mengingatkan kita akan rasa takut gagal, kita mungkin enggan mengakui apa sumber rasa takut itu,” kata mantan pelatih futbol, Auburn Terry Bowden.
Menurut Bowden, “Sebagian orang paling sukses dalam bisnis dan olahraga menggunakan rasa takut dengan sangat baik untuk mendorong mereka bekerja lebih keras, menyiapkan lebih baik, dan mengambil setiap kesempatan begitu mereka berada dalam panasnya pertarungan.”
Manajer tinju, almarhum Cus D’Amato biasa mengatakan kepada para petarungnya bahwa rasa takut merupakan teman baik mereka. Petinju yang kurang memiliki rasa takut membiarkan pikiran mereka mengembara. Kemampuan menarik seluruh perhatian pada tugas yang diembannya—aset paling berharga setiap atlet—ditingkatkan oleh rasa takut.
Atlet terbaik yang memanipulasi rasa takut mereka, menggunakannya sebagai sumber antisipasi, kewaspadaan, dan pusat perhatian. Begitu juga yang dilakukan para pemberani dari segala bidang. Baik itu bahaya fisik yang dihadapi seorang petinju, risiko ekonomi yang diambil para pendiri bisnis, atau rasa takut sosial yang dihadapi pembicara publik, tingginya konsentrasi merupakan akibat dari rasa takut yang paling berharga.
Kadang-kadang, pembicara mendapat sambutan meriah dan merasa seperti atlet pada bidangnya. Audiensi menerima mereka sepenuhnya. Mereka mendapatkan lampu hijau. Perubahan dari rasa takut yang mengerikan ke dalam penerimaan total ini terjadi begitu mendadak dan begitu sempurna sehingga tidak memerlukan penjelasan.
Pendengar jarang menyadari betapa takutnya seorang pembicara sebelum melangkah ke mimbar. Pembicara yang berpengalaman khawatir jika mereka tidak cukup cemas sebelum berpidato. Maka, energi mereka tidak dikerahkan sepenuhnya; mereka kekurangan intensitas sehingga timbul kecemasan.
Demam panggung memaksa mereka untuk mengatasi kegelisahan dengan humor dan kelakar. Kebanyakan clan mereka dapat melakukan dengan mudah di hadapan audiensi tanpa persiapan, terutama sebagai risiko yang hams mereka ambil. Pembicara yang baik sering menemukan dirinya lebih lucu daripada yang thereka pikirkan.
Mereka mengatakan sesuatu yang bahkan tidak mereka sadari bahwa mereka mengetahuinya. Meningkatnya rasa gelisah menjadikan mereka lebih cerdik dan lebih terbuka pikirannya daripada ketika menghadapi saat yang mudah. Penampilan yang terlalu dibuat-buat mungkin menjadi tidak seefektif gagasan yang keluar secara spontan dari mulut pembicara yang cemas.
Hal ini dapat membangkitkan semangat pembicara dan pendengar mereka, sehingga dapat menghubungkan mereka dengan lebih baik. Hal ini tidak akan terjadi jika mereka tidak gugup sebelum mulai berpidato dan tidak belajar cara memanfaatkan kegelisahan mereka.
Rasa takut memberi kekuatan pada para pemain dan semua bidang dan pada setiap level untuk menghadapi audiensi. Mereka mengubah rasa takut itu menjadi energi dan pusat perhatian. Luciano Pavarotti mengatakan bahwa konsentrasi, lebih dan suara, membuat penyanyi menjadi besar.
Konsentrasi merupakan respons terhadap rasa takut, “Inilah alasan mengapa saya suka `gugup’ dalam suatu pertunjukan,” kata Pavarotti. Ia menyimpulkan bahwa rahasia keberhasilan adalah selalu merasa takut.
Rasa takut yang tidak melumpuhkan, bahkan rasa takut dipermalukan, dapat menjadi sebuah motivator. Kita terlalu cepat beranggapan bahwa rasa takut menggiring pada kegagalan.
Para pengukir prestasi tinggi tidak menganggapnya seperti itu. Mereka melihat rasa takut sebagai kejahatan yang diperlukan dan sekutu yang berharga. Met dan pelatih terkenal sangat berhati-hati dengan perasaan takut.
Sebenarnya, mereka sangat berhati-hati dalam banyak hal seperti menang dan kalah, kemenangan dan kekalahan, kesuksesan dan kegagalan, tidak seperti yang kita pikirkan.
Seperti samurai, mereka mengetahui bahwa prospek terbaik untuk berhasil akan datang jika mereka tidak terlalu ngoyo dalam meraih kesuksesan itu.
Richard Farson dan Ralph Keyes
Dare to Make Mistake: Kreatif Berinovasi dan Berani Mengambil Resiko Bisnis
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!