Serahkan Diri untuk Mengecap Keagungan
Rumi menggunakan kata “menghadapi maut” untuk mengimplementasikan membunuh ego. Setiap kali kita membunuh ego, kita bangkit secara spiritual.
Kita semua memiliki bakat yang berbeda, jadi tidak ada gunanya mengecilkan orang lain. Nasruddiri, sang Sufi, bercerita tentang seorang ahli tata bahasa yang angkuh yang memperolok-olok tukang perahu yang buta tata bahasa dalam sebuah perjalanan dengan perahu.
Dia menghina tukang perahu itu dengan berkata bahwa tukang perahu itu telah menyia-nyiakan separuh hidupnya. Kemudian ombak meninggi dan perahu itu tenggelam. Saat itulah sangat jelas ternyata si ahli tata bahasa sama sekali tidak bisa berenang dan seluruh hidupnya menjadi sia-sia.
Ketika terjadi, saya menjadi tak berharga ketika menghadapi maut
—Rumi
Rabi’a, sang santo Sufi, dulu acap mempromosikan cinta sebagai akar dari sebuah kemajuan spiritual. Baginya, di mana ada cinta, akan ada rasa hormat dan absennya kebanggaan negatif.
Dalam dunia korporat, kebanggaan positif adalah nilai yang sangat dibutuhkan. Dia memungkinkan orang untuk berprestasi dan melakukan banyak hal hebat demi kebaikan masyarakat. Dia adalah semangat mendasar untuk berprestasi dan berusaha yang terbaik.
Egoisme, atau kebanggaan negatif, sebaliknya membuat kita sempit dan tidak mampu melihat hidup di luar diri kita. Kita menjangkau kesuksesan di atas penderitaan orang lain, meremehkan dan mengeksploitasi mereka dalam proses mencapai kesuksesan tadi.
Kita bergantung pada kekayaan dan kekuasaan kita dan bukannya diri sejati kita. Sikap seperti ini sangat membahayakan diri kita dan juga pekerjaan kita.
Bila kita mau mencapai banyak hal hebat, kita tidak bisa melakukan itu dengan sikap egois. Kesuksesan hanya bisa terwujud melalui kebanggaan positif dan menundukkan ego.
Banyak karya hebat dilakukan oleh para pengusaha, ilmuwan, dan artis yang terjadi karena orang-orang ini didorong oleh kebanggaan positif dan melupakan diri mereka untuk mencapai tujuan pekerjaan yang lebih hebat. Subjek kemudian melebur ke dalam objek.
Kalau menemukan diri kita bersikap membela diri sendiri dan mudah tersinggung, ini adalah tanda bahwa ego kita sedang merambat masuk. Ketika kita berbagi lampu sorot ketenaran dengan mereka yang membantu kita mencapai kesuksesan dan mengakui berbagai kesalahan kita ketika melakukan kesalahan tersebut, ini adalah tanda kebanggaan positif.
Bayazid Al-Bistami, seorang santo Sufi, berkata, “Bilakah seorang pria benar-benar menjadi seorang pria? Ketika dia menyadari kesalahannya sendiri dan berusaha secepat mungkin memperbaikinya.”
Sang Sufi, Inayat Khan, berkata, “Semua musisi agung, Beethoven, Wagner, dan banyak lagi yang lainnya, yang telah mempersembahkan karya pada dunia yang akan terus dikenang, tidak akan mampu melakukan itu kalau mereka tidak melupakan ego mereka dalam pekerjaan mereka itu.”
Orang-orang itu mampu mengubah diri mereka persis seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu. Perubahan diri sendiri ini terjadi melalui penghapusan ego dan digantikan dengan bentuk baru yang lebih hebat.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!